Social Icons

Pages

Monday, May 4, 2009


TULISAN UNTUK KETTI

KETTI AISYAH

Paling Kanan : KETTI AISYAH (Alm)

We, at her wedding, ki-ka : Adisti, Aku, Indri, Ketti A

Nama gadis yang berdiri paling kanan di foto itu adalah Ketti Aisyah. Dia kukenal pertama kali ketika ospek kuliah. Berperawakan kecil, hitam manis, berkacamata, imut-imut dan cantik. Awalnya kupikir Ketti tidak satu program studi denganku. Ketika kumpul-kumpul aku baru tahu ternyata kita SATU KELAS.

Meski kecil, dia lebih tua dariku. Kelahiran 1982. sudah bisa ditebak, Ketti menjadi bulan-bulanan di kelas. Julukan ’TUA’ sudah tidak asing lagi dialamatkan padanya-karena biasanya anak seangkatanku berkelahiran 1983-1985.

Selama kurun waktu kuliah dulu, ada beberapa momen kedekatan aku dengannya. Aku masih ingat ketika akhir tingkat satu. Dia meminta pendapatku untuk mengikuti satu mata kuliah Gizi dan Pangan (GIPANG) di saat semester pendek. Maklum saja karena tidak banyak mahasiswa yang mengambil mata kuliah di semester pendek ini. Aku bilang padanya : ’ikut saja ket, karena semester reguler kita bisa ambil lebih sedikit, tapi terserah kamu, kalo tidak sanggup jangan dipaksakan’. Akhirnya ia menuruti pendapatku. Tidak tanggung-tanggung pula, ia mengambil 3 mata kuliah sekaligus, sama denganku.

Jadilah kami lebih intens berinteraksi. Selama semester pendek ini, aku sering bersamanya. Senin pagi, biasanya kami berangkat kuliah langsung dari rumah masing-masing di bilangan Jakarta Selatan. Terkadang aku janjian dengannya menaiki angkot yang sama menuju Bogor-tempat kuliah kami. Terminal Lebak Bulus adalah saksi bisu dari setiap momen di Senin pagi :)

Semester pendek berlangsung hampir 2 bulan. Selama kurun waktu itu jualah aku belajar mengenal Ketti. Bagiku, setiap manusia mempunyai keunikan masing-masing. Tidak ada manusia yang sama di dunia ini. meski sepasang kembarpun, pasti selalu ada yang membedakan, baik secara fisik maupun sifat. Begitupun dirinya. Ketti adalah pribadi yang unik. Dibalik fisiknya yang imut, tersimpan pribadi yang tangguh. Ia bisa dibilang pribadi yang mandiri. Mentalnya sangat kuat. Pernah ia curhat padaku akan konflik yang terjadi dalam keluarganya. Dan yang membuatku mengacungkan jempol adalah dia berjuang untuk menjadi problem solver. Resiko besar yang dia ambil, karena tidak mudah menengahi konflik di keluarga.

Darinya aku belajar banyak. Belajar dari aktifitas bisnis yang dia geluti, kesabarannya atas bercandaan teman-teman di kelas, sampai kebaikan dan ketulusan hatinya. Masya ALLAH, sungguh kau sosok yang luar biasa Ketti. Aku rindu padamu. Rindu akan kebersamaan kita.

Harmoni kedekatan dengannya bak air laut : PASANG dan SURUT. Ada kalanya aku jengkel atas kelakuannya. Tapi menurut prediksiku, aku yang lebih banyak berbuat tidak baik padanya. Contohnya saja ketika aku bertandang ke kost-kostannya. Waktu itu aku dan teman-teman biasa mengadakan kelompok belajar menjelang ujian. Ketti satu kost dengan dua temanku lainnya. Kebetulan aku sedang singgah dulu di kamarnya sebelum belajar dimulai. Kamipun terlibat obrolan ringan.

Waktu itu kami membicarakan ulah teman satu kelasku. Dan yang bikin seru adalah kita mendapatkan perlakuan yang sama atas perlakuan temanku itu. Aku cerita sekenanya. Ketti pun demikian. Sampai pada satu hal yang hanya sedikit diungkapkan oleh Ketti. Salahnya dia terlanjur mengatakannya. Karena sifatku yang mudah penasaran, aku memaksanya, dari cara halus sampai ngambek padanya. Ketti tetaplah Ketti. Dia memiliki keteguhan yang luar biasa. Aku pun tidak sanggup membuatnya berbicara banyak. Tapi bukan itu yang mau aku ungkapkan. Akhir pembicaraan kamilah yang tidak baik. Waktu itu, karena terlalu kesal, Ketti pun pergi dari kamarnya, MENINGGALKAN AKU SENDIRI. Aku tersinggung. Akhirnya akupun pergi dengan terlebih dahulu mengucap salam padanya.

Dalam perjalanan pulang, aku berpikir banyak. Ada rasa sesal dalam hatiku. Aku pikir apa yang aku lakukan biasa saja. Caraku juga tidak heboh-heboh amat. Tapi mungkin yang membuatnya berbeda adalah karena ia seorang Ketti. Dibalik ketangguhannya, ada sisi sensitif. Wah, aku harus banyak belajar lagi. Pikirku saat itu.

Esok harinya, aku hanya berbicara dengannya seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Meski ada rasa ingin membahas kepergian dari kamarnya semalam. Tapi aku takut menyinggungnya lagi atau mungkin dia tidak ingin membahasnya. Aku hanya bisa menebak-nebak saja. Dan kuputuskan aku harus menutup ’kasus’ ini. Jadilah aku melupakan kejadian itu. Padahal ada rasa penyesalan yang ingin aku ungkapkan padanya secara lebih mendetail dan tidak hanya sekedar mengatakan : I AM SORRY !. Tapi karena kesibukan kuliah dan urusan-urusan lainnya, akhirnya aku mem-peti es-kan keinginan itu. Sampai aku mendapatkan kabar bahwa ia sedang menjalani terapi atas sakit yang dideritanya. Dan parahnya aku belum menyempatkan menjenguknya saat itu. Aku hanya bisa sekedar sms dan memberikan motivasi untuknya.

Lama tak ada kabar darinya, ternyata dia sedang merencanakan pernikahan. Wah, kabar yang sangat mengejutkan. Di balik sakit yang dideritanya, dia masih menyempatkan diri merancang kabar gembira ini untuk orang-orang di sekitarnya.

Singkat cerita, aku pun datang ke perhelatan akbarnya. Dia terlihat cantik dalam balutan baju pengantin bertema ’white’ itu. Lama tak bertemu, dan sekalinya bertemu, dia terlihat makin cantik. Senang sekali melihat Ketti setelah berbulan-bulan lamanya.

Selama prosesi pernikahan, aku mencoba mengulas rekam jejak pergumulan hubunganku dengannya. Dari mulai aku melihatnya pertama kali sampai sms terakhir sebelum hari ini : HER WEDDING ! Bunyi sms itu kira-kira seperti ini : ’Islam, badan Ketti sakit banget, seperti ditusuk jarum, kalau sudah begini Ketti hanya diam di tempat tidur, tidak bisa kemana-mana’. Mendapatkan sms ini, aku langsung menangis, aku dapat merasakan ujian yang sedang dijalaninya. Ya ALLAH, tabahkanlah Kettiku. Berilah Ia kekuatan, ya Rabb.

Sungguh, di antara teman-temanku lainnya, dia salah satu orang yang berkesan dalam sejarah hidupku meskipun sebentar sekali momen kedekatan itu. AKU SAYANG KAMU, KETTI. Ingin rasanya kuungkapkan ini. Ya, karena Ia : KETTI AISYAH sudah menghadap Ilahi Rabbi, Sang Pencipta ! TEPAT 5 BULAN SETELAH PERNIKAHANNYA.

Sampai dengan detik ini pun aku tidak sanggup memikirkan sosoknya. Hal yang paling membuatku belum mampu memaafkan diriku sendiri adalah ketidaksanggupanku meluangkan waktu sekedar menjenguknya. Bagaimana tidak, aku benar-benar egois saat itu. Demi meluluskan keinginan untuk bertemu dengan petinggi rektorat dalam hal kepengurusan pencalonan Mahasiswa Berprestasi yang sedang kujalani, aku SANGGUP menolak ajakan teman-teman untuk menjenguk Ketti selepas kuliah. Saat itu memang ada rasa untuk membatalkan janji. Tapi, aku tidak sanggup melakukannya.

———– : ’EGOIS ! Aku benar-benar EGOIS ! Coba pikirkan, Islamiarani ! Ketika kamu sakit, siapa orang yang dengan ikhlasnya membawakan semua buku-buku kuliah dari kostanmu di Bogor ke rumah sakit di Jakarta-tempatmu di rawat. Siapa Islamiarani, siapa kalau bukan KETTI. Padahal ketika itu, ia seharusnya dapat memanfaatkan waktunya untuk belajar menghadapi ujian semester pendek. Tapi kamu tetap saja tidak mau mengerti. Kamu selalu bisa mengandalkannya, ya, karena hanya dialah yang bisa kamu harapkan. Ketti selalu bersamaku menghadapi semester pendek saat itu. Tapi sekarang apa balasanmu ?? Apa ?? Tega sekali kamu Islamiarani, menjenguknya saja tanpa harus repot-repot membawakan barang keperluannya apalagi buah tangan untuknya, kamu tidak sanggup melakukannya. Sungguh keterlaluan.’———–

Beginilah terkadang hati kecilku berbicara kala aku teringat dia : KETTI AISYAH. Pedih dan sejuta rasa penyesalan selalu hadir bila namanya terlintas dalam pikiranku. Untuknya, aku hanya bisa berucap : MAAFKAN AKU, KETTI !

SEMOGA MALAIKAT BERSEDIA MENYAMPAIKAN MAAFKU UNTUKMU.

No comments:

Post a Comment